MAKALAH
SEJARAH PERBANKAN SYARI’AH
Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah”perbankan syari’ah”
Yang diampu oleh
Dosen
:
EKO
SUSANTO, SE.,MM
Disusun
oleh :
RENI
DIANA WATI
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (STEBIS)
DARUSSALAM
2019
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadiran tuhan yang maha esa karena atas limpahan rah Puji
syukur kami panjatkan kehadiran tuhan yang maha esa karena atas limpahan rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul”SEJARAH
PERBANKAN SYARI’AH”. Pada makalah ini kami banyak mengambil berbagai sumber dan
refrensi atau pengarahan dari berbagai pikah. Oleh sebab itu, dalam kesempatan
ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini
disusun dari informasi yang diambil dari berbagai narasumber sehingga lebih
banyak ilmu yang didapat disajikan kepada pembaca. Saya berharap makalah ini
dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi yang membaca makalan
ini, selain itu saya juga berharap makalah ini digunakan sebagai mana mestinya.
Penulis sadar
bahwa memiliki banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini oleh karna itu
penulis mengharapkan segala saran, kritik, masukan yang membangun untuk proses
dimana yang akan datang. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk semua mahasiswa/mahasiswi yang membacanya
Lempuing
, Februari 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………….
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………………….
A. Latar
belakang……………………………………………………………………………
B. Batasan
masalah………………………………………………………………………….
BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………………………..
A. Praktek
perbankan di zaman nabi SAW dan para sahabat…………………………….
B. Praktek
perbankan di zaman bani umayyah dan bani abbasiyah……………………...
C. Praktek
perbankan di eropa……………………………………………………………
D. Perbankan
syariah modern…………………………………………………………….
E. Perkembangan
bank syariah di Indonesia……………………………………………..
BAB III
PENUTUP………………………………………………………………………………
A. kesimpulan……………………………………………………………………………..
B. saran……………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sudahcukup
lama umat Islam di Indonesia, demikianjuga di belahandunia Islam lainnya yang
mengalami berbagai kendala dalam pengembangan potensi dan pembangunan
ekonominya. Salah satu diantaranya adalah disebabkan oleh penyakit dualisme
ekonomi-syariah yang cukup dilematis, sebagai akibat dari belum mampunyai umat
menggabungkan dua disiplin ilmu ekonomi dan syariah yang seharusnya saling
mengisi dan menyempurnakan. Di satu pihak kita mendapatkan para ekonom, bankir,
dan businessman yang aktif dalam menggerakkan roda pembangunan ekonomi
tetapi ”lupa” membawa pelita agama karena memang kurang menguasai syariah
terlebih lagi fiqh muamalah secara mendalam. Di lain pihak kita menjumpai para
Kyai dan ulama yang menguasai secara mendalam konsep-konsepfiqh, dan ushulfiqh,
ulumulqur’an serta disiplin ilmu lainnya tetapi mereka “kurang menguasai
dan memantau” tentang fenomena ekonomi dan gejolak bisnis yang terjadi
disekelilingnya. Akibatnya ada semacam tendensida’kullaumuruddunyalilqaisarwafawwidhkullaumurilakhirahlil
baba (Let’s everything related to the worldly matters to the King, and
religious to the Pope), biarlah para kyai mengatur urusan akhirat, dan
mereka para bankir, dan trader mengatur urusan dunia; padahal Islam
adalah risalah untuk dunia dan akhirat.
Akibatnya,
banyak umat islam senantiasa menjadi penonton dalam segenap percaturan ekonomi
dan bisnis dan bisnisditanah air. Hal ini wajar saja,karena konsep-konsepnya hanya
tersimpan dalam kitab-kitab serta tidak ada upaya keras untuk mengkaji dan mengaplikasikannya
dalam bangun-bangun ekonomi modern. Apakah perbankan syariah merupakan suatu
konsep yang baru ataukah sudah ada sebelumnya?Namun, sebelum “proses ijtihad”
dalam persoalan perbankan ini kita lakukan, kita sebaiknya meneliti terlebih
dahulu apakah persoalan perbankan ini benarbenar merupakan suatu persoalan yang
baru bagi umat Islam atau bukan. Apakah konsep “bank” merupakan konsep yang
asing dalam sejarah perekonomian umat Islam? Pertanyaan ini amat penting untuk
dijawab karena akan menentukan langkah kita selanjutnya. Untuk alasan inilah
penulis memilih topik Sejarah Perbankan Syariah dan akan berusaha untuk
memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, dengan menelusuri secara singkat
praktek-praktek perbankan yang dilakukan oleh umat muslim sepanjang sejarah.
B. Batasan
Masalah
Terkait
dengan ketersediaan waktu, referensi yang ada dan terbatasnya kemampuan
penulis, maka penulis hanya mengkaji pada :
1. Praktek Perbankan di Zaman Nabi SAW dan Para
Sahabat.
2. Praktek Perbankan di Zaman Bani Umayyah dan Bani
Abbasiyah.
3. Praktek Perbankan di Eropa.
4. Perbankan Syariah Modern.
5. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Praktek Perbankan di Zaman Nabi SAW dan
Para Sahabat.
Perbankan
adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam
sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang
sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak jaman
Rasulullah saw. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meninjamkan
uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan
pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian,
fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana,
dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah saw.
Rasulullah
saw. yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Mekkah
menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah,
beliau meminta Sayidina Ali ra untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang
memilikinya. Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan
tersebut. Seorang sahabat Rasulullah saw., Zubair bin al Awwam, memilih tidak
menerima titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman.
Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda: pertama, dengan
mengambil uang itu sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk
memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya pinjaman, maka ia berkewajiban
mengambalikannya utuh.2 Sahabat lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman
uang ke Kufah. Juga tercatat Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman
uang ke adiknya Misab bin Zubair yang tinggal di Irak.3.
Penggunaan
cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri
Syam dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di
jaman Umar bin Khattab ra, beliau menggunakan cek untuk membayar tunjangan
kepada mereka yang berhak. Dengan cek ini kemudian mereka mengambil gandum di
Baitul Mal yang ketika itu diimpor dari Mesir.4 Pemberian modal untuk modal
kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah,
telah dikenal sejak awal diantara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.5 Jelaslah
bahwa ada individu-individu yang telah melaksanakan fungsi perbankan di zaman
Rasulullah SAW, meskipun individu tersebut tidak melaksanakan seluruh fungsi
perbankan. Ada sahabat yang melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada
sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksanakan
fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang memberikan modal kerja. Beberapa
istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqih, seperti
istilah kredit (Inggris: credit; Romawi: credo) yang diambil dari
istilah qard. Credit dalam bahasa Inggris berarti meminjamkan
uang; credo berarti kepercayaan; sedangkan qard dalam fiqih
berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu pula istilah cek
(Inggris: check; Perancis: cheque) yang diambil dari istilah saq
(suquq). Suquq dalam bahasa Arab berarti pasar, sedangkan cek
adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.
B.
Praktek Perbankan di Zaman Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah.
Jelas
saja institusi bank tidak dikenal dalam kosa kata fikih Islam, karena memang
institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa Rasulullah saw.,
Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah. Namun fungsi-fungsi
perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan transfer dana telah
lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah. Di jaman Rasulullah
saw. fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan, dan biasanya satu orang
hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian, di jaman Bani Abbasiyah,
ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan
yang dilakukan oleh satu individu, dalam sejarah Islam telah dikenal sejak
zaman Abbasiyah.
Perbankan
mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu
sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dengan
mata uang lainnya. Ini diperlukan karena setiap mata uang mempunyai kandungan
logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang
yang mempunyai keahlian khusus ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz.
Hal ini merupakan cikal-bakal praktek penukaran mata uang (money changer).
Istilah jihbiz mulai dikenal sejak zaman Muawiyah (661-680M) yang
sebenarnya dipinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada
masa pemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang yang ditugaskan
mengumpulkan pajak tanah. Persamaan antara Jihbiz dan bank adalah
sama-sama melakukan fungsi-fungsi berikut ini :
• To accept deposits
• To channel financing
• To transfer money
Sedangkanperbedaandarikeduanya
(jihbizdan bank) adalah :
• Jihbizdikelolaolehindividu
•
Bankdikelolaolehinstitusi
Peranan
banker pada zaman abbasiyah mulai popular pada pemerintah muqtadirat (908-932).
Saat itu, hampir setiap wajib mempunyai banker sendiri. Misalnya, Ibnu wahab
sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abu Isa menunjukan Ali ibnu isa, Hamid ibnu wahid menunjukibrahim ibnu yuhana,
bahkan Abdullah al-baridi mempunyai tiga orang banker sekaligus : dua yahudi
dan satu Kristen. Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya
saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan banker telah meliputi
tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam
hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri kenegeri lainnya
tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah
mendirikan kantorkantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai
media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan
Islam, adalah Sayf al- Dawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama
yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo
(Spanyolsekarang).
C. Praktek
Perbankan di Eropa.
Dalam
perkembangan selanjutnya, kegiatan yang dilakukan oleh perorangan jihbiz kemudian
dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal sebagai institusi bank. Ketika
bangsa Eropa mulai menjalankan praktek perbankan, tercatat sebagai bank
yang pertama dibangun pada tahun 2000 SM di Babylonia,8 dengan
mengenakan bunga sebesar 20% setiap
bulan kepada debiturnya, persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam pandangan fikih
adalah riba, dan oleh karenanya
haram. Pada tahun 500 SM di Yunani didirikan Greek Temple, suatu lembaga semacam bank yang operasinya meliputi penukaran uang dan
segala macam kegiatan bank. Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak
ketika Raja Henry VIII pada tahun 1545 membolehkan bunga (interest) meskipun tetap
mengharamkan riba (usury) dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda (excessive). Ketika Raja Henry VIII wafat, ia digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan
kebolehan bunga uang. Ini tidak
berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan oleh Ratu Elizabeth I yang kembali membolehkan bunga uang.
Selanjutnya,
bangsa Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya dan mengalami renaissance.
Penjelajahan dan penjajahan mulai dilakukan ke seluruh penjuru dunia, sehingga
kegiatan perekonomian dunia mulai didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada
saat yang sama, peradaban muslim mengalami kemerosotan dan negara-negara muslim
satu per satu jatuh ke dalam cengkeraman penjajahan bangsa-bangsa Eropa.
Akibatnya, institusi-institusi
perekonomian umat muslim runtuh dan digantikan oleh institusi ekonomi
bangsa Eropa. Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern kini.
Karena itu, institusi perbankan yang ada sekarang di mayoritas Negara-negara
muslim merupakan warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis bunga.
D. Perbankan Syariah Modern.
Selanjutnya,
karena bunga ini secara fikih dikategorikan sebagai riba (dan karenanya haram),
maka mulai timbul usaha-usaha di sejumlah negara muslim untuk mendirikan
lembaga alternatif terhadap bank yang ribawi ini. Hal ini terjadi terutama setelah
bangsa-bangsa muslim mendapatkan kemerdekaannya dari penjajahan bangsabangsa Eropa.
Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan
di Malaysia pada pertengahan tahun 40-an, namun usaha ini tidak sukses.11
Selanjutnya, eksperimen lainnya dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 50-an,
di mana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan negara itu.
Namun demikian, eksperimen pendirian bank syariah
yang paling sukses dan inovatif di masa modern ini dilakukan di Mesir pada
tahun 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Bank
ini mendapat sambutan yang cukup hangat di Mesir, terutama dari kalangan petani
dan masyarakat pedesaan. Jumlah deposan bank ini meningkat luar biasa dari
17,560 di tahun pertama (1963/1964) menjadi 251,152 pada 1966/1967. Jumlah
tabungan pun meningkat drastis dari LE40,944 di akhir tahun pertama (1963/1964)
menjadi LE1,828,375 di akhir periode 1966/1967. Namun sayang, karena terjadi
kekacauan politik di Mesir maka Mit Ghamr mulai mengalami kemunduran/backward
bending, sehingga operasionalnya diambil alih oleh National Bank
of Egypt dan bank sentral Mesir pada 1967. Pengambilalihan ini menyebabkan
prinsip nir-bunga pada Mit Ghamr mulai ditinggalkan, sehingga bank ini
kembaliberoperasi berdasarkan bunga. Pada 1971 akhirnya konsep nir-bunga
kembali dibangkitkan pada masa rezim Sadat melalui pendirian Nasser Social
Bank. Tujuan bank ini adalah untuk menjalankan kembali bisnis yang
berdasarkan konsep yang telah dipraktekkan oleh Mit Ghamr.
Kesuksesan
Mit Ghamr ini memberi inspirasi bagi umat muslim di seluruh dunia, sehingga
timbullah kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasikan
dalam bisnis modern. Ketika OKI akhirnya terbentuk, serangkaian konferensi
internasional mulai dilangsungkan, di mana salah satu agenda ekonominya adalah
pendirian bank Islam. Akhirnya terbentuklah Islamic Development Bank (IDB)
pada bulan Oktober 1975 yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri. Bank ini menyediakan
bantuan finansial untuk pembangunan negara-negara anggotanya, membantu mereka
untuk mendirikan bank Islam di negaranya masing-masing, dan memainkan peranan
penting dalam penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan keuangan Islam. Kini, bank
yang berpusat di Jeddah-Arab Saudi itu telah memiliki lebih dari 43 negara
anggota.
Pada
perkembangan selanjutnya di era 70-an, usaha-usaha untuk mendirikan bank Islam
mulai menyebar ke banyak negara. Beberapa negara seperti Pakistan, Iran dan Sudan,
bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di negara itu menjadi sistem nirbunga, sehingga
semua lembaga keuangan di negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga. Di negara Islam lainnya
seperti Malaysia dan Indonesia, bank nirbunga beroperasi berdampingan dengan
bank-bank konvensional.
Kini,
perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyebar ke
banyak negara, bahkan ke negara-negara Barat. The Islamic Bank International
of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa,
yakni pada tahun 1983 di Denmark.14 Kini, bank-bank besar dari negara-negara
Barat seperti Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank dan Jardine Fleming
telah pula membuka Islamic window,15 agar dapat memberikan jasa-jasa
perbankan yang sesuai dengan syariat Islam.
Gambar
D.1 di bawah ini memberikan peta singkat evolusi kegiatan perbankan yang
dipraktekkan oleh masyarakat muslim sepanjang sejarah. Jadi dari segi proses evolusi,
embrio kegiatan perbankan dalam masyarakat Islam dilakukan oleh seorang individu
untuk satu fungsi perbankan. Kemudian berkembang profesi jihbiz, yaitu seorang
individu melakukan ketiga fungsi perbankan. Lalu kegiatan tersebut diadopsi oleh
masyarakat Eropa abad pertengahan, dan pengelolaannya dilakukan oleh institusi,
namun kegiatannya mulai dilakukan dengan basis bunga. Karena mundurnya peradaban
umat muslim dan penjajahan bangsa-bangsa Barat terhadap negara-negara muslim,
maka evolusi praktek perbankan yang sesuai syariah sempat terhenti beberapa abad.
Baru pada abad 20 ketika bangsa muslim mulai merdeka, terbentuklah bank syariah
modern di sejumlah negara dan insyaAllah akan terus mengalami perkembangan. Secara
sederhana penulis dapat paparkan bagaimana evolusi kegiatan perbankan dalam masyarakat
Islam :
Gambar D. 1
E. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia.
Bank
di Indonesia didirikan pertama kali pada zaman penjajahan Belanda.16 Bankbank yang
beroperasi saat itu antara lain: De Javasche NV, De Post Paar Bank, De algemene
Volks Crediet Bank, Nederland Handels Maatschappij (NHM), De Escomto
Bank NV, Bank Nasional Indonesia, Bank Abuan Saudagar, NV Bank
Boemi, The Charteredbank of India, The Yokohama Species Bank, The Matsui Bank,
The Bank of China, dan Batavia Bank.
Pada
zaman kemerdekaan, dunia perbankan semakin berkembang dengan didirikannya
bank-bank baru dan terjadi nasionalisasi beberapa bank Belanda oleh pemerintah
Republik Indonesia. Bank-bank yang beroperasi saat itu adalah Bank Rakyat Indonesia
yang didirikan pada tanggal 22 Februari1946 yang dahulunya bernama De Algemene
Volks Crediet Bank atau Syomin ginko, Bank Negara Indonesia yang
didirikan pada tanggal 05 Juli 1946 (BNI 1946), Bank Surakarta Maskapai Adil
Makmur di Solo pada tahun 1945, Bank Indonesia di Palembang pada tahun 1946,
Bank Dagang Nasional Indonesia di Medan tahun 1946, Indonesian Banking
Corporation di Yogyakarta tahun 1947 dan beberapa bank lainnya.
Di
Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat.
Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara
Muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada
tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah di Indonesia, maka pada 1999
jumlahnya bertambah menjadi tiga unit. Pada tahun 2000, bank syariah maupun bank
konvensional yang membuka unit usaha syariah telah meningkat menjadi 6 unit. Sedangkan
jumlah BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) sudah mencapai 86 unit dan masih
akan bertambah. Di tahun-tahun mendatang, jumlah bank syariah ini akan terus meningkat
seiring dengan masuknya pemain-pemain baru, bertambahnya jumlah kantor cabang
bank syariah yang sudah ada, maupun dengan dibukanya Islamic window atau
unit usaha syariah di bank-bank konvensional.
Dari
sebuah riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting,
diproyeksikan bahwa total aset bank syariah di Indonesia akan tumbuh sebesar
2850% selama 8 tahun, atau rata-rata tumbuh 356.25 % tiap tahunnya. Sebuah
pertumbuhan aset yang sangat mengesankan. Tumbuh kembangnya aset bank syariah
ini dikarenakan adanya kepastian di sisi regulasi serta berkembangnya pemikiran
masyarakat tentang keberadaan bank syariah.
Gambar
E.
Regulasi
adalah
umum terjadi unt. Produk non-finansial. Regulasi pd perusahaan non-finansial
tidak lazim dilakukan. Regulasi pd Bank mengatur institusi-nya. Bukan hanya
pada produk dan jasa yg diberikan. Regulasi pd industri jasa keuangan adalah
untuk melindungi nasabah dan meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap bank.
Alasan regulasi adalah dampak kegagalan suatu bank yg bisa dalam dan berjangka
panjang pd seluruh ekonomi. Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga
harus didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kualitas
maupun kuantitasnya. Namun realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak
sumber daya insani yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki
pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic Banking. Tentunya
kondisi ini cukup signifikan mempengaruhi produktifitas dan profesionalisme
perbankan syariah itu sendiri. Dan inilah memang yang harus mendapatkan
perhatian dari kita semua, yakni mencetak sumber daya insani yang mampu
mengamalkan ekonomi syariah di semua lini. Karena sistem yang baik tidak mungkin
dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya insani yang baik pula. Tiga
aspek yang melatarbelakangi perkembangan bank syariah di Indonesia :
1.Aspek
filosofis
2. Aspek Legal
·
UU No.7/1992 yang diubah oleh UU No.10
Tahun 1998 tentang Perbankan :
Ø dual
banking system
Ø dual system bank
·
UU No.23 Tahun 1999 yang diubah oleh UU
No.6/2009 tentang Bank Indonesia:
Ø Cara-cara
pengendalian moneter dapat dilakukanberdasarkanPrinsip Syariah
Ø Bank
Indonesia dapat memberikan pembiayaan berdasarkanPrinsip Syariah
pada
Bank untuk mengatasi kesulitanpendanaan jangka pendek
·
UU No.21 Tahun 2008
tentangPerbankanSyariah :
Ø Perizinandanpengaturan
Ø Pembinaan, pengawasandanpemeriksaan
Ø Penyelesaianpersengketaan
Ø PembentukanKomitePerbankanSyariah
·
PasarDomestik
Ø Dengan
jumlah penduduk yang cukup besar (> 200 juta jiwa) & sumber daya
alam
(SDA) yang sangat potensial, Indonesia memiliki prospek besar dalam
pengembangan
ekonomi dan keuangan syariah.
Ø Socio-cultural
masyarakat Indonesia dipandang sejalan dengan nilai-nilai
yang
terkandung dalam sistem ekonomi dan keuangan syariah gotong royong
berbagi hasil.
Ø Perkembangan
& pertumbuhan pasar keuangan (khususnya perbankan) syariah nasional yang
semakin meningkat.
Ø Perbankan
syariah sebagai industri keuangan yang berbasis sektor riil sangat sesuai
dengan kondisi perekonomian di Indonesia.
·
Pasar Global
Ø Sekitar
1,3 miliar penduduk muslim dunia merepresentasikan 20% populasi
dunia
dan memiliki total kontribusi mendekati 10% GNP Dunia.
Ø Potensi
SDA negara-negara muslim mendominasi potensi SDA dunia.
Ø Perkembangan
perbankan syariah internasional yang pesat, termasuk negara2 non-muslim,
seperti Inggris & beberapa Negara Eropa.
Ø Lebih dari 300 institusi keuangan syariah di
lebih 75 negara mengelola asset sekitar USD 700 - 1000 miliar, dengan
menggunakan jenis instrument keuangan syariah yang semakin berkembang.
3.
Aspek Potensi dan Prospek
Dalam
kurun waktu 17 tahun perkembangannya, total asset Dalam kurun waktu 17 tahun
perkembangannya, total aset industri perbankan Syariah telah meningkat sebesar 27 kali lipat dari Rp 1,79
triliun pada tahun 2000, menjadi Rp 49,6 triliun pada akhir tahun 2008. Laju
pertumbuhan aset 46,3% per tahun (yo, rata-rata
pertumbuhan dlm 5 tahun terakhir). Posisi Indonesia dalam Pasar Keuangan
Global:pertumbuhan industry dalam 5 tahun terakhir lebih tinggi dari pertumbuhan industri keuangan syariah
global (15%- 20% p.a).
“
Dengan potensi yang kita miliki, maka Indonesia dapat berpeluang untuk menjadi
platform pusat ekonomi syariah di Asia bahkan dunia.” (Sambutan
Presiden Republik Indonesia pada Pembukaan Festival Ekonomi Syariah 2008 di
Jakarta 16 Januari 2008). Kalau dilihat secara makro ekonomi, pengembangan bank
syariah di Indonesia memiliki peluang besar karena peluang pasarnya yang luas
searah atau sejurus dengan mayoritas penduduk negeri ini. Berdirinya bank-bank
baru yang bekerja berdasarkan prinsip syariah akan menambah semarak lembaga
keuangan syariah yang telah ada di sini seperti BPRS, BMT dan koperasi syariah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Setelah
kita menelusuri secara singkat sejarah praktek perbankan yang dilakukan oleh
umat muslim, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa meskipun kosa kata fikih
Islam tidak mengenal kata “Bank”, namun sesungguhnya bukti-bukti sejarah menyatakan
bahwa fungsi-fungsi perbankan modern telah dipraktekkan oleh umat muslim,
bahkan sejak zaman nabi Muhammad saw. Praktek-praktek fungsi perbankan ini
tentunya berkembang secara berangsur-angsur dan mengalami kemajuan dan kemunduran
di masa-masa tertentu, seiring dengan naik-turunnya peradaban umat muslim.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsep bank bukanlah suatu konsep yang
asing bagi umat muslim, sehingga proses ijtihad untuk merumuskan konsep bank modern
yang sesuai dengan syariah tidak perlu dimulai dari nol. Jadi, upaya ijtihad yang
dilakukan insya Allah akan menjadi lebih mudah. Di Indonesia, bank syariah yang
pertama didirikan tahun 1992 adalah Bank Muamalat, yang dalam perkembangannya,
total aset industri perbankan Syariah telah meningkat sebesar 27 kali lipat dari Rp 1,79
triliun pada tahun 2000, menjadi Rp 49,6 triliun pada akhir tahun 2008. Laju
pertumbuhan aset 46,3% per tahun (yoy,
utamanya dalam 5 tahun terakhir). Posisi Indonesia dalam Pasar Keuangan Global:
pertumbuhan industri dalam 5 tahun terakhir lebih tinggi dari pertumbuhan industri keuangan syariah
global (15%-20% p.a). Adapun logo industri perbankan syariah di Indonesia
diresmikan pada tanggal 2 Juli 2007 bertepatan dengan HUT Bank Indonesia ke-54.
Ini sangat membantu memudahkan, meyakinkan dan memberi rasa nyaman pada
masyarakat.
B.
Saran-saran.
Perkembangan
Ekonomi Islam saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah tentang ekonomi
dimasa lalu. Dari paparan di atas, kita telah mendapatkan gambaran mengenai cakupan
ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek hidup manusia. Kita juga telah membahas
bahwa walaupun di zaman Nabi SAW belum ada institusi bank, tetapi ajaran Islam
sudah memberikan prinsip-prinsip dan filosofi dasar yang harus dijadikan pedoman
dalam aktifitas perdagangan dan perekonomian. Karena itu, dalam menghadapi
masalah muamalah kontemporer yang harus dilakukan hanyalah mengidentifikasi
prinsip-prinsip dan filosofi dasar ajaran Islam dalam bidang ekonomi, dan
kemudian mengidentifkasi semua hal yang dilarang. Setelah kedua hal ini dilakukan,
maka kita dapat melakukan inovasi dan kreativitas (ijtihad) seluas-luasnya untuk
memecahkan segala persoalan muamalah kontemporer.
DAFTAR
PUSTAKA
Antonio,
M. Syafi,i dkk.,Bank Syari’ah: Analisis Kekuatan, Peluang, Kelemahan dan
Ancaman,
(Yogyakarta;
Ekonosia, 2006).
Adiwarman
A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, Ed. 3 (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada,
2008).
Mashuri,
Teori Ekonomi dalam Islam, (Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2005).
M.A.
Mannan, Judul asli : Islamic Economics Theory and Practise, diterjemah
oleh : M.
Nastangin,
Teori dan Praktek Ekonomi,(Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf,
1997),hal.
148.
Muhammad,
Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP-AMP YKPN, 2005).
Sadono
Sukirno, Manajemen Bank Syariah Modern Perkembangan Pemikiran dari Kalsik
hingga
Keynesian Baru, (Jakarta: PT. Y89 Persada, 2000)
SudinHaron,
Islamic Banking: Rules and Regulations, (Pelanduk Publications, Petaling
Jaya,
1997).
WibowoEdy,
dkk., MengapaMemilih Bank Syariah?,(Bogor: Ghalia Indonesia,2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar