MAKALAH
PEMBIAYAAN
BANK SYARIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“Perbankan Syariah”
Dosen
Pengampu : Eko Susanto, S.E., M.E
Disusun
Oleh :
Siti Aminah
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH
TINGGI ILMU EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (STEBIS) DARUSSALAM
OGAN
KOMERING ILIR
TA.
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembiayaan merupakan
salah satu bentuk dari solidaritas sosial. Pemiliki modal dan orang yang
membutuhkan modal untuk melakukan suatu kegiatan usaha atau untuk mengembangkan
suatu usaha yang telah berjalan. Menggerakkan roda perekonomian agar lebih
produktif untuk menekan tingkat pendapatan masyarakat agar mengalami
peningkatan. Terciptanya lapangan pekerjaan baru dan berkurangnya angka
pengangguran dengan luasnya lapangan pekerjaan yang di buka dengan adanya
pembiayaan modal bagi para pebisnis.
Sejak terbentuknya
undang-undang mengenai perbankan syariah yang bermula dari Undang-undang No 7
Tahun 1992. Kemudian undang-undang perbankan syariah yang dipertegas kembali
pada Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Undang-undang mengenai perbankan syariah
lebih memiliki titik terang ketika disahkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2008.
Akhirnya banyak dari sebagian perbankan membuka atau melakukan peralihan dengan
membentuk perbankan syariah demi menjaga kondisi kestabilan keuangan.
Dalam dunia perbankan
dikenal dengan yang dinaman dengan produk pembiayaan. Pada dasarnya sepintas
dari segi tujuan produk pembiayaan yang dilakukan pihak perbakan konvensional
dan perbankan syariah memiliki persamaan yaitu melakukan pembiayaan atas barang
atau jasa yang di kehendaki oleh nasabah dengan tujuan memperoleh keuntungan
yang hanya dikehendaki pihak perbankan.
Namun pada prinsipnya
produk pembiyaan perbankan syariah lebih mengarah pada ahklak yaitu
mengedepankan pemberian bantuan pembiayaan untuk mensejahterakan masyarakat
dengan produk pembiayaan perbankan syariah itu sendiri
B.
Rumusan Masalah
1. Apa definisi pembiayaan perbankan syariah?
2. Apa tujuan dari dapa pembiayaan perbankan sayariah?
3. Apa manfaat dari pembiayaan perbankan syariah? Dan
4. Berapa macam produk pembiayaan perbankan syariah.?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bank syari’ah adalah
bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank islam atau
biasa disebut bank tanpa bunga, lembaga keuangan yang operasional dan produknya
dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan hadits.
Menurut Karnaen A.
Perwataatmadja, bank syari’ah adalah bank yang berperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip islam, yakni bank dengan tata cara operasinya mengikuti
ketentuan-ketentuan syari’ah islam.[[1]]
Bank sebagai perantara
jasa keuangan (financial intermediary), yang tugas pokoknya adalah menghimpun
dana dari masyarakat, diharapkan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana
pembiayaan yag tidak disediakan oleh dua lembaga sebelumnya (swasta dan
negara). Pembiayaan dalam perbankan syari’ah atau istilah teknisnya
aktiva produktif.[[2]]
Dimana perbankan memeberikan sejumlah dana kepada nasabah untuk memutar uang
yang dimiliki oleh perbankan dengan memperoleh margin (tambahan) atas
pembiayaan. menurut ketentuan bank indonesia adalah peneneman dana bank
syari’ah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan,
piutang, qardh, surat berharga syari’ah, penentapan, penyertaan modal
sementara, komitmen dan kontijensi pada rekening administrasi serta sertifikat
wadi’ah bank indonesia.
B.
Tujuan Pembiayaan
Pembiayaan merupakan
sumber pendapatan bagi bank syari’ah. Tujuan pembiayaan yang dilaksanakan
perbankan syari’ah terkait dengan stake holder, yakni:
1. Pemilik: dari sumber pendapatan diatas, para pemilik mengharapkan akan
memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.
2. Pegawai: para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bak
yang dikelolanya.
3. Masyarakat: pengguna dana yang membantu guna menjalankan usahanya (sektor
produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan
konsumtif).
4. Pemerintah: akibat penyediaan pembiayaan pemerintah terbantu dalam
pembiayaan pembangunan negara, disamping akan diperoleh pajak (berupa pajak
penghasilan atas keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaan-perusahaan.
5. Bank: bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan,
diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival
dan meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat
dilayaninya.
C.
FUNGSI PEMBIAYAAN
1.
Meningkatkan daya
guna uang
Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan
deposito. Uang tersebut dalam prosentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh
bank guna suatu usaha peningkatan produktivitas. Para pengusaha menikmati
pembiayaan dari bank untuk memperluas/ memperbesar usahanya baik untuk
peningkatan produksi, perdagangan maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun
memulai usaha baru. Dengan demikian dana yang mengendap di bank tidak menjadi
idle (diam) dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan
bagi pengusaha maupun bagi masyarakat.
2.
Meningkatkan daya guna
barang
Dengan bantuan pembiayaan dari bank dapat meningkatkan daya guna barang
contohnya dapat memprodusir bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility
dari bahan tersebut meningkat.
3.
Meningkatkan peredaran
uang
Pembiayaan yag disalurkan via rekening-rekening koran pengusaha menciptakan
paertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet giro,
wesel, promes dan sebagainya. Melalui pembiayaan peredaran uang kartal maupun
uang giral akan lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu
kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik kualitatif apalagi
secara kuantitatif.
4.
Menimbulkan kegairahan
berusaha
Setiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu
berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Karena itu pulalah maka pengusaha akan
selalu berhubungan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan
usahanya.
5.
Stabiltas ekonomi
Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya
diarahkan pada usaha antara lain:
a. Pengendalian inflasi
b. Peningkatan ekspor
c. Rehabiltasi prasarana
d. Pemenuh kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat
6.
Sebagai jembatan untuk
meningkatkan pendapatan nasional
Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk
meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila
keuntungan ini secara kumulatifd dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan
lagi kedalam struktur pemodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus
menerus.
Dengan earnings (pendapatan) yang terus meningkat berarti pajak perusahaan
pun akan terus bertambah. Di lain pihak pembiayaan yang disalurkan untuk
merangsang pertambahan kegiatan ekspor akan menghasilkan pertambahan devisa
negara. Disamping itu dengan semakin efektifnya kegiatan swasembada
kebutuhan-kebutuhan pokok, berarti akan dihemat devisa keuangan negara.
7.
Sebagai alat hubungan
ekonomi internasional
Bank sebagai lembaga kredit/ pembiayaan tidak hanya bergerak di dalam
negeri tetapi juga di luar negeri. Negara-negara yang kaya atau kuat
ekonominya, demi persahabatan antar negara banyak memberikan bantuan kepada
negara-negara yang sedang berkembang atau membangun. Bantuan tersebut tercermin
dalam bentuk bantuan kredit dengan syarat-syarat yang ringan yaitu margin
(bunga) yang relatif rendah dan jangka waktu penggunaan yang panjang.
D.
Macam-Macam Pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah
satu tugas pokok, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit uni.[[3]]
Sedangkan pembiayaan perbankan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang
dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1.
Pembiayaan dengan
prinsip jual beli (Sale and Purchase)
a.
Pembiayaan
Murabahah (Deferred Payment sale)
Murabahah, yang berasal
dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual-beli di mana bank
menyebutkan jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara
nasabah sebagai pembeli. Landasan hukum al-Qur’an pembiayaan murabahah terdapat
dalam surat al-baqarah ayat 275
“….Alllah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275. Kemudian
landasan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dari Shuhaib radhiyallahu
Anhu yaitu:[[4]]
“ada tiga perkara
yang diberkati, jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur
gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu
Majjah)
b.
Pembiayaan Salam (In
Font Payment sale)
Pembiayaan salam
dilakukan pada akad jual beli yang mana barang yang diperjual belikan belum
ada. Sehingga pembayaran dilakukan secara tangguh sementara pembayaran
dilakukan tunai. Bank sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. namun
dalam trankasi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu pembayaran barang
ditentukan secara pasti.
Harga jual dicantumkan
dalam akad jual beli, da tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Sehingga
pada umumnya akan di diterapkan dalam pebiyaan barang yang belum ada seperti
pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk dimudian dijual kembali secara
tunai atau cicilan.
Al-Qur’an dalam Surah
al-Baqarah ayat 288.
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak dengan tunai untuk jangka waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-Baqarah: 282).
dan hardist yang
diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim
“dari Abdullah bin
Abbas Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam tiba di Madinah, sedang orang-orang biasa melakukan salaf dalam
buah-buahan selama setahun, dua tahun dan tiga tahun. Maka beliau bersabda,
‘siapa melakukan salam dalam sesuatu, maka hendaklah dia melakukannya dengan
timbangan tertentu, takaran tertentu dan sampai waktu tertentu,(HR Bukhari
– Muslim).
Begitu jelas bahwa
larangan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “ jangan kalian menjual
sesuatu yang tidak ada ditanganmu.” Akad untuk salam ini sesuai dengan qiyas.
Syarat terpenting sebagai fuqaha ialah ada yang mengetatkan dengan menyebutkan
beberapa batasan tertentu, yang sama sekali tidak didukung dalil.[[5]]
c.
Pembiayaan Istishna’ (Purchase
by Order or Manufacture)
Merupakan pembiayaan
yang menyerupai produk salam, tetapi dalam istishna’ pembayaran dapat dilakukan
oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran.Skim Istinhna’ dalam
perbankan syariah umumnya pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi.
Ketentuan pembiayaan
istishna’ adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jeni, macam
ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam
akad istishna’ tidak berubah selam berlakukan akad, jika terjadi perubahan
criteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani,
seleuruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
2.
Pembiayaan dengan
prinsip sewa “Ijarah” (Operational Lease and Financial Lease)
Prinsip ijarah sama
dengan prinsip jual beli, akan tetapi memiliki perbedaan yang terletak dari
pada objek transaksinya. Pada transaksi ijarah objek transaksinya adalah barang
maupun jasa.
Perinsip pembiayaan
ijarah memiliki landasan dalam al-Qur’an dalam surat al-Baqarah ayat 233. “dan,
jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang paput. Bertaqwalah kamu kepada Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Hadis yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim[[6]]
“diriwayatkan dari ibu
abbas bahwa rasulullah saw. Bersabda, “berbekamlah kamu, kemudian berikanlah
olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”.
dan hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah[[7]]
“dari Ibnu Umar
bahwa Rasulullah saw. Bersabda,”berikanlah upak pekerjaan sebelum keringatnya
kering.” (HR. Ibju Majah).
3.
Pembiayaan dengan
prinsip bagi hasil (Profit Sharing)
Beberapa produk
pembiayaan perbankan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil (profit
sharing) adalah sebagai berikut:
a. Pembiayaan Musyarakakah (Partnership, Project Financing Participation)
Merupakan pembiayaan
bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan dengan bekerja sama
untuk meningkatkan aset yang mereka miliki. Atau usaha bagi hasil yang
melibatkan beberapa atau kedua belah pihak yang sama-sama menggaungkan sumber
daya yang mereka miliki baik dalam bentuk berwujud maupun tidak berwujud.
Bentuk kontribusi pihak
yang bekerja sama dapat berupa dana, barang dagangan (trading asset),
kewirauswastaan (entrepreneur ship), kepandaian (skill),
kepemilikan (property), peralatan (Equipment), atau intangibel
aset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (Credit
worthiness) dan barang-barang lain yang dapat dinilai dengan uang.
Ketentuan umum dalam
pembiayaan musyarakah dalam perbankan syariah adalah:
1) Penyatuan modal proyek musyarakah yang kemudian dikelola bersama. Kedua
belah pihak berhak memberikan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana usaha.
Pelaksana diberikan kepercayaan (amanah) untuk menjalankan usaha dengan tidak
boleh melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
·
Menggabungkan dana
usaha dengan harta pribadi
·
Menjalankan usaha
musyarakah dengan pihak lain tanpa seizin pemilik modal
·
Memberikan pinjaman
kepada pihak lain
·
Setiap pemilik modal
dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
·
Dianggap tidak bekerja
sama atau mengakhiri kerjasama ketika, menarik diri dari kerjasama, meninggal
dunia, tidak cakap hukum.
·
Pengeluaran biaya dalam
menjalan usaha diketahui bersama, keuntungan atau kerugian dibagi sebagaimana
porsinya.
·
Menyebutkan jenis usaha
dalam akad.
b. Pembiayaan Mudharabah ( Trust Financing, Trust Investement)
Pembiayan mudharabah
merupakan pembiayaan yang pemilik modalnya (shahib al-mall) memberikan modal
secara penuh kepada pengelola (mudharib) dengan perjanjian pembagian
keuntungan, sedangkan kerugian di tanggung oleh pemilik modal (shahib al-maal).
Pembiayaan mudharabah yang dilakukan pihak bank merupakan pembiayaan yang
memberikan kepercayaan penuh kepada pengelola, sehingga perlu adanya prinsip
kehati-hatian untuk mengantisipasi kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian
pengelola dana.
4.
Pembiayaan dengan akad
pelengkap
Akad pelengkap
pembiayaan perbankan syariah yang ditunjukkan untuk mempermudah pelaksanaan
pembiayaan yang dibutuhkan nasabah.
a. Pembiayaan Hawalah (Tranfer Service)
Pembiayaan hawalah
adalah pengalihan utang dari orang yang berhutang ditunjukkan untuk membantu
perusahan untuk kelanjutan usaha produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas
jasa pemindahan piutang. Untuk mengurangi resiko terjadinya kecurangan
nasabah dan laporan palsu atau wanprestasi yang merupakan kewajiban hawalah ke
bank perlu adanya penelitian atas kemampuan pihak berutang dan kebenaran
transaksi antara memindahkan piutang dengan yang berutang.
b. Rahn (Mortage)
Pembiayaan dengan memberikan
jaminan atas pinjaman pinjaman yang telah diterimanya dari pihak perbankan.
Barang yang digadai harus memiliki nilai yang sebanding dengan besarnya
pinjaman, kepemilikan sendiri dan merupakan sector rill, serta dapat dikuasai
oleh pihak bank, namun tidak untuk dimanfaatkan. Sebatas sebagai jaminan atas
pembiayaan.
Dalam surat al-Baqarah
ayat 283
“jika kamu dalam
perjalanna (dan bermuamalah tidak secara tunai) sednagkan kamu tidak memperoleh
seraogn penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). (QS. Al-Baqarah: 283).
Dan dipertegas dengan beberapa hadis perihal gadai rahn (Mortage)
yaitu sebagai berikut:[[8]]
“Aisya r.a. berkata
bahwa Rasulullah saw. membeli makan dari seorang Yahudi dan menjaminkan
kepadanya baju besi.” (HR. Bukhari no. 1926 kitab al-Buyu, dan
Muslim).
“Anas ra. Berkata,
“Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan
mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau.”(HR. Bukhari no. 1927, kitab al-Buyu, Ahmad, Nasa’I, dan Ibnu Majah)
“Abi Hurairah ra.
Berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “apabila ada ternah digadaikan,
punggunya boleh dinaiki (oleh orang menerima gadai) karena ia telah
mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Apabila ternah itu digadaikan, air susunya
yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah
mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum harus
mengeluarkan biaya (perawatan)nya.”(HR. Jamaah kecuali
Muslim dan Nasa’I, Bukhari no. 2329, kitab ar-Rahn).
“Abu Hurairah ra.
Berkata bahwasannya Rasulullah saw. Bersabda, “barang yang digadai itu tidak
boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan
tanggung jawabnyalah bila ada kerugian (atau biaya).” (HR. Syafi’I dan Daruqutni).
Resiko wanprestasi yang
terjadi dalam pembiayaan dengan gadai diatasi dengan penjualan barang jaminan
atas perintah hakim. Dengan ketentuan ketika telah melakukan peneguran secara
berkala minimal 3 kali, dan ditambah dengan melakukan negosiasi kembali oleh
pihak perbankan kepada nasabah. Hasil penjualan digunakan untuk menutupi
kekurangan daripada pengganti atas pembiayaan yang didapat. Ketika terjadi
kelebihan atas penjualan maka dikembalikan kepada si pemilik barang jaminan
tersebut.
c. Qarrd (Soft and Benevolent Loan)
Merupakan transaksi
pembiayaan yang diberikan perbankan kepada nasabah dengan tanpa mengharapkan
imbalan. Dikategorikan sebagai aqd tathawwui atau akan saling membantu dan
bukan komersial[[9]]
Aplikasi pembiayaan
qard dalam perbankan meliputi:
a) Pinjaman talangan haji.
b) Jaminan tunai (cash advanced)
c) Jaminan kepada pengusaha kecil
d) Pinjaman kepada pengurus bank,
Landasan hokum
pembiayaan qard (soft and benevolent loan) terdapat dalam al-quran dan beberapa
hadis yaitu:[[10]]
“siapakah yang mau
meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan
(balasa) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”(QS. Al-Hadid: 11)
“Ibnu Masud
meriwayatkan bahwa Nabi saw. Berkata, “Bukan seorang muslim (mereka) yang
meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai)
sedekah”(HR. Ibnu Majah no. 2421, kitab al-Ahkam; Ibnu Hibban
dan Baihaqi).
“Anas Bin malik berkata
bahwa rasulullah berkata, “aku melihat kepada waktu malam di Isra’-kan, pada
pintu surge tertulis: sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qard delapan belas
kali, aku bertanya, “Wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari sedekah?” ia menjawab, karena peminta-minta suatu
dan ia punya, sedangkan yang meminjamkan tidka akan meminjam kecuali karena
keperluan”(HR. Ibnu Majah no. 2422, kitab ahkam, dan baihaqi).
d. Wakalah
Wakalah juga
merupakan salah satu pembiayaan perbankan atas perwakilan melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
Khusus L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka pembiayaan
dilakukan dengan pembiayaan lain seperti, pembiayaan mudharabah, salam, ijarah,
mudharabah, atau musyarakah.
Landasan hokum
pemberlakuaannya transaksi pembiayaa wakalah adalah seperti yang terdapat dalam
Qur’an dan Hadis[[11]]
“dan demikian kami
bangkitkan mereka agar saling bertanya di antra mereka sendiri. Berkata salah
seorang diantara mereka, ‘sudah berapa lamakah kamu berada di sini? Merek
menjawab, ‘ kita sudah berada (disini) satu atau setengah hari.’ Berkata (yang
lain lagi), ‘tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamnya kamu berada (di sini),
maka, suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik dan
hendaklah ia membawa makanan itu untuk mu, dan hendaklah ia berlaku lemah
lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.”(QS.
Al-Hafi: 19).
”jadikanlah aku
bendaharawan Negara mesir. Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga
lagi berpengalaman.” (QS. Yusuf: 55).
Dan dalam beberapa
hadis.
Yang diriwayatkan oleh malik.[[12]]
“bahwasannya
Rasulullah saw. Mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang anshar untuk
mewakilinya mengawini Maimunah binti-Harits” (Malik no. 678, kitab
al-Muwaththa’, bab haji)
“dari Jabir ra. ia
berkata: aku keluar pergi ke Khaibar, lalau aku dating kepada Rasulullah saw.
Maka beliau bersabda, “bila engkau dating pada wakilku di khaibar, maka ambilah
darinya 15 wasaq.”(HR Abu Dawud)[[13]]
“dari Jabir ra.
bahwa Rasulullah saw. Menyemblih kurban sebanyak 63 ekor hewan dan Ali ra.
disuruh menyembelih binatang kurban yang belum disembelih.”(HR. Muslim).[[14]]
Bank yang ditunjuk oleh
nasabah tidak diperbolehkan melakukan tindakan sendiri tanpa adanya musyawarah
dari pihak nasabah. Setiap tugas wewenang, dan tanggung jawab bank harus jelas
sesuai dengan kehendak nasabah dan mengatasnamakan nasabah dalam pelaksanaan
tugas. Maka dalam hal pelaksanaan tugas tersebut bank dapat mengganti biaya
berdasarkan kesepakatan bersama.
e. Kafalah (Guaranty)
Merupakan pembiayaan
dengan pengalihan tanggung jawab kewajiban pembayaran orang kedua dalam hal ini
nasabah atas orang ketiga (jasa atau objek) dengan jaminan pelaksanaan yang
akan dilakukan oleh orang pertama (bank). Dan dalam pelaksanaan kegiatan ini si
pemberi jasa berhak mendapatkan ganti rugi atas biaya jasa yang dikeluarkan
atau diberikan.
Landasan pembiayaan
kafalah ini yaitu berdasarkan al-quran dan hadis.
”penyebu-penyebu itu
berseru, “kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat mengembalikkannya
akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan akan menjamin terhadapnya”(QS.
Yusuf: 72).
Bentuk jaminan atas
kafalah dipertegas dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari[[15]]
“telah dihadapkan
kepada Rasulullah saw. (mayat seorang laki-laki untuk dihalatkan)… Rasulullah
bertanya “apakah dia mempunyai warisan?” para sahabat menjawab, “tidak”
Rasulullah bertanya lagi, “Apakah dia mempunyai utang?” sahabat menjawab “ya,
sejumlah tiga dinar”Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya
(tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin
utangnya, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat
tersebut.” (HR Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah.
Beberapa macam kafalah
yang dilakukan oleh perbankan yaitu meliputi:
a) Kafalah bin Nafs merupakan pemberian jaminan atas diri personal
b) Kafalah bil Mal merupakan jaminan pembayaran atas perlunasan utang atau
barang
c) Kafalah bit-Taslim merupakan penjamin pengembalian atas barang yang disewa,
pada waktu masa sewa berakhir.
d) Kafalah al-Munjazah merupakan jaminan mut lak yang tidak adanya batas
jangka waktu dan kepengingan/tujuan tertentu
e) Kafalah al-Muallaqah merupakan jaminan penyederhanaan dari kafalah
al-munjazah, baik oleh industry perbankan maupun asuransi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah diuraikan penulis diatas beberapa kesimpulan
diambil oleh penulis terkait daripada rumusan masalah dan tujuan yaitu:
1. Maskud pembiayaan perbankan syariah merupakan aktifa produktif dimana
perbankan memeberikan sejumlah dana kepada nasabah untuk memutar uang yang
dimiliki oleh perbankan dengan memperoleh margin (tambahan) atas pembiayaan.
2. Beberapa tujuan daripada pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah
berdasarkan penempatan (stakeholder) yaitu ditujukan kepada pemilik,
pegawai, masyarakat, pemerintah, bank
3. Manfaat daripada perbankan syariah diantaranya yaitu Sebagai jembatan
untuk meningkatkan pendapatan nasional atau tujuan peningkatan kesejahteraan
masyarakat
4. Produk pembiayaan perbankan meliputi pembiayaan yang bersifat
konsumtif atau pembiayaan yang bersifat produktif. Antara lain
pembiayaan-pembiayan perbankan syariah yaitu:
a. Pembiayaan berprinsip jual beli yaitu Murabahah, Salam, Istisna’
b. Pembiayaan berprinsip sewa yaitu Ijarah dan Ijarah munthia bit-Tamlik
c. Pembiayaan berprinsip bagi hasil yaitu Musyarakah, Mudharabah
d. dan beberapa pembiayaan pelengkap yaitu, Hawalah, Kafalah, Rahn, Qard, dan
wakalah
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin
Abdurrahman Ali Basam, Syariah Hadis Pilihan Bukhari Muslim, edisi
Indonesia
Karim A. Adiwarman.
2004. Bank Islam, Analis Fiqih dan Keuangan: edisi 3. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Syafi’I Antonio,
Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani
Pers. Jakarta.
Karnaen Perwataatmadja.
1997. Apa dan Bagaimana Bank Islam,: PT. Dana Bhakta wakaf,
Yogyakarta
Mardani. 2011. Ayat-ayat
dan Hadist Ekonomi Syariah. Raja Grafindo persada. Jakarta
Nurhayati Sri dan
Wasilah. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba Empat.
Jarkata
Peraturan Bank
Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003
[1]
Karnaen
Perwataatmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakta
wakaf, 1997
[2]
Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19
Mei 2003
[3]
Rifat Ahamd Abdul Karim. “The Impact of the Basie
Capital Adequacy Ratio Regulation on the Financial Strategy of Islamic Banks”
dalam Proceeding of the 9th Expert
level Conference on Islamic Banking, disponsori oleh Bank Indonesia dan
Internasional Association of Islamic Banks, 7-8 April 1995, Jakarta.
[5]
Abdullah bin Abdurrahman Ali Basam, Syariah Hadis Pilihan Bukhari Muslim, edisi Indonesiahlm. 629
[6]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 118
[7]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 118
[8]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 129
[9]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 129
[10]
Opcit Hlm. 132
[11]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 121
[12]
opcit
[14]
Ibid
[15]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 124
Casino, Slots, Dice, Bingo, Poker & more - MapyRO
BalasHapusCasino. 2. A 김해 출장안마 $50 Free Bingo in Slots. 1. 동두천 출장안마 Bingo 통영 출장안마 in Slots. 광주광역 출장안마 4. Welcome to MyCasino.com. Get Your Casino Casino in 논산 출장안마 Tulsa.